Penerus Ronaldo` Terlalu Sederhana untuk Joao Felix
Panditfootball.com Bursa transfer musim panas 2019 dipenuhi nama-nama tenar; Antoine Griezmann, Eden Hazard, Matthijs de Ligt, hingga Romelu Lukaku. Namun, tidak ada yang senilai João Felix.
Nilai di sini dapat bermakna dua hal: pertama, nominal transfernya. Felix ditebus oleh Atletico Madrid dengan harga 123 juta Euro dari Benfica, menjadikannya sebagai pemain termahal keempat sepanjang sejarah. Kedua, potensi di masa mendatang.
Felix baru berusia 19 tahun, namun Ia telah digadang-gadang menjadi penerus Cristiano Ronaldo, baik sebagai bintang utama tim nasional Portugal maupun pemain terbaik di dunia (atau kedua, jika Anda penganut Messism).
Pertemuan keduanya di atas lapangan mendapatkan sorotan kala Alteti bertandang ke markas Juventus dalam laga pembuka fase penyisihan grup Liga Champions 2019/20. Kamera secara khusus menyorot Ronaldo dan Felix yang saling bertukar sapa sebelum pertandingan dimulai.
Beberapa berkelakar, percakapan singkat tersebut adalah antara Felix dan penggemarnya. Namun, Felix sendiri telah berkali-kali menyatakan bahwa Ia sangat menganggumi CR7.
"Saya ingin bermain bersama Ronaldo karena Ia adalah (pemain) terbaik. Ia adalah seorang idola, ikon dunia, panutan bagi semua orang," tutur Felix seperti yang dikutip FourFourTwo. "Bisa berada di sampingnya, berlatih bersama seorang monster seperti dirinya, akan membantu saya untuk berkembang lebih jauh."
Kesempatan Felix untuk belajar dari Ronaldo, yang memprediksi bahwa Felix akan sukses merumput di Liga Spanyol, tentu masih cukup panjang. Sejak diberi kesempatan menjalani debut bersama tim senior Portugal pada Juni lalu, Felix selalu dipanggil oleh pelatih Fernando Santos.
Legenda Portugal, Paulo Futre, memprediksi Felix akan bersaing memperebutkan Ballon d`Or dua atau tiga tahun mendatang. Sementara, Nuno Gomes, yang pernah melihat langsung perkembangan Felix sebagai direktur akademi Benfica, meyakini bahwa "jika Ia mampu terus berjalan maju, Ia akan menjadi salah satu pemain terbaik dunia".
Talenta tidak pernah menjadi isu. Kepercayaan dirilah halang rintangnya. Felix hampir pernah berniat membuang seluruh kariernya sebagai pesepakbola karena kesulitan adaptasi.
Anak dari pasangan guru tersebut masuk ke akademi FC Porto pada usia delapan tahun. Ia diantarkan menggunakan mobil, menempuh total jarak pulang-pergi sekitar 150 kilometer, untuk menjalani latihan beberapa kali per pekan.
Ketika berusia 13 tahun, Porto memasukkan Felix ke Projeto Jogador de Elite (Proyek Pemain Elit). Ia tidak perlu lagi diantar-jemput setiap kali latihan, tetapi menetap di mess ternyata hanya membuat situasi semakin buruk baginya.
Felix rindu akan rumahnya. Seperti yang diceritakan The Athletic, Ia pernah menelepon ibunya pada pertengahan pekan, meminta untuk menjemput dan membawanya pulang ke rumah.
Situasi di atas lapangan pun tidak membantu. Ia dianggap gagal bertumbuh karena tubuhnya tidak berisi seperti rekan-rekan satu tim. Ia sempat dipinjamkan ke klub divisi dua, Padorense, sebelum akhirnya meninggalkan Estadio do Dragao pada 2015. "Di Porto, saya kehilangan kegembiraan saya," ucap dirinya.
Felix pindah ke rival abadi Porto, Benfica. Porto, ketika itu, tidak tahu seberapa besar hal yang hilang dari genggaman.
Adalah pelatih tim muda Benfica, Renato Paiva, yang meyakinkan Felix untuk bergabung. Ia tahu periode sulit yang dijalani sang gelandang semasa di Porto. Sejujurnya, Ia pun sempat meragukannya, namun semua itu berubah menjadi decak kagum kala melihatnya dalam sesi latihan perdana.
"Saya masih ingat sangat terkejut setelah sesi latihan pertamanya bersama kami. Ia memiliki kemampuan teknik yang luar biasa," kenang Pavia. "Saya melihat kepada asisten saya dan berkata, `Apa yang terjadi?!` Saya tidak paham bagaimana bisa sebuah klub seperti Porto melepas pemain seperti ini, karena talentanya sungguh jelas."
Maka, Pavia tahu hal yang perlu dilakukan: memberi suntikan kepercayaan diri kepada Felix. Ia rutin memberi tahu Felix seberapa baiknya Felix sebagai pesepakbola, tentang potensi yang dimiliki. Hingga akhirnya, Felix percaya. Sejak saat itu, setiap jengkal langkahnya di atas lapangan dipenuhi kualitas.
Bagi Nuno Gomes, satu aspek yang menjadikan Felix istimewa adalah kemampuannya membuat permainan menjadi sederhana. Felix tidak butuh aksi-aksi individu mencolok, walaupun sebenarnya Ia mampu. Ia bisa menciptakan ruang dan mengatur arah permainan hanya dengan satu sentuhan, langsung melepaskan diri dari penjagaan lawan.
Inilah kepintaran dalam bermain sepakbola yang jarang dimiliki oleh pemain-pemain muda pada umumnya; membaca ruang. Ditambah dengan kemampuan teknik dan kreativitas mumpuni, jadilah Felix sebagai bintang yang bersinar terang.
Maka, kala Bruno Lage diminta presiden klub, Luis Filipe Vieira, melepas jabatannya sebagai pelatih Benfica B dan promosi ke tim utama pada Januari 2019, Ia tak merasa ragu sedikitpun untuk memperkenalkan Felix kepada dunia secara sungguh-sungguh.
Felix sebelumnya telah menjalani debut bagi tim senior Benfica dalam laga vs Boavista pada Agustus 2018. Namun, Ia tidak pernah benar-benar dioptimalkan oleh pelatih Rui Vitoria.
Vitoria pergi, Lage datang. Ia memercayakan pemain yang mampu diturunkan di posisi sepertiga akhir lapangan manapun tersebut - Felix pernah tampil sebagai penyerang tengah, penyerang bayangan, gelandang serang, sayap kiri, dan sayap kanan - sebagai orkestrator utama.
Pesan Lage kepada Felix amat sederhana. Ia hanya butuh Felix menampilkan permainan naturalnya, "seperti yang biasa kita lakukan di jalanan".
Dalam laga perdana Lage sebagai pelatih utama Benfica, vs Rio Ave, Felix langsung diturunkan sebagai starter dan mencetak dua gol. Setelahnya, Ia hanya pernah satu kali tampil sebagai pemain pengganti dalam 29 pertandingan di seluruh kompetisi.
Dalam Derby Lisbon melawan Sporting CP pada Februari, Ronaldo hadir di tribun. Ia menyaksikan langsung pemain muda yang mengenakan nomor punggung 79 tersebut mengacak-acak mantan timnya, mencetak satu gol dan satu asis untuk membawa Benfica menang 4-2.
"Ada pemain terbaik Portugal di Stadion Alvalade. Sungguh menyenangkan Ronaldo berada di sana untuk menyaksikannya bermain," ucap mantan Wakil Presiden Benfica, Rui Gomes da Silva, berkelakar.
Dalam hitungan bulan, Felix berubah dari seorang pemain muda potensial menjadi sensasi dunia. Ia mengakhiri musim 2018/19 dengan 19 gol dan 11 asis di seluruh kompetisi, mengantarkannya berlabuh ke Wanda Metropolitano.
Sebelum dipastikan jadi bagian skuat Atleti, Felix dikaitkan dengan banyak klub; Manchester United, Real Madrid, Juventus, hingga Wolverhampton Wanderers - agen Felix adalah Jorge Mendes.
Lage sebenarnya tidak ingin melepas Felix. Ia menilai satu musim tambahan di Liga Portugal akan baik bagi perkembangan sang pemain. Namun, kesediaan Atleti membayar klausul pelepasan sebesar 120 juta Euro terlalu sulit untuk diabaikan.
Filosofi permainan Atleti mungkin tidak mengandalkan operan pendek dan pengusaan bola, yang relatif lebih cocok dengan gaya Felix. Namun, Atleti menjanjikan kesempatan bermain di salah satu level tertinggi sepakbola.
Futre, yang pernah membela Los Rojiblancos selama lima setengah tahun, meyakini Felix bisa menjadi pemain yang menentukan era baru klub.
"Beberapa tahun (lagi) di Madrid, Ia akan memahami klub ini. Ia akan tahu mentalitas para fans. Di Atleti, ini bukan hanya tentang talenta; melainkan juga semangat juang," tutur Futre. "Sangat penting untuk `soar a camisa` - berkeringat untuk seragam yang menempel di tubuhmu. Anda harus memberikan setiap kemampuan."
Mentalitas tersebut akan sangat membantu perkembangan Felix. Ia juga akan semakin diterima oleh publik Wanda Metropolitano, yang awalnya meragukan banderol Felix.
Mereka sadar ada seorang jenius yang tepat untuk membawa Atletico melewati masa transisi, menuju kejayaan. Yang lebih penting, bagi suporter Atleti, Kedatangan Felix menjadikan (kepergian) Griezmann mudah dilupakan.
Felix masih harus berjuang keras agar seluruh potensinya terpenuhi dan mampu berdiri di atas nama sendiri. Untuk sementara, Ia harus menerima dilihat sebagai `pengganti Griezmann` oleh suporter Atleti, `penerus Ronaldo` oleh warga Portugal, dan nama-nama pesepakbola lain.
Mantan winger Benfica, Antonio Simoes, menyamakan Felix dengan Johan Cruyff. Sedangkan, Nuno Gomes melihat Felix mirip dengan Kaka dan Rui Costa oleh sebab sama-sama bermain di posisi gelandang serang dan berperan sebagai playmaker.
Costa, yang tengah menjabat sebagai Direktur Olahraga Benfica, mempunyai jawaban terbaik perihal perbandingan ini: "Beberapa orang menyebutnya penerus saya atau Kaka yang baru. Sesungguhnya, Felix adalah Felix".
Belum ada Komentar untuk "Penerus Ronaldo` Terlalu Sederhana untuk Joao Felix"
Posting Komentar